Jumat, 08 Juli 2016

Sepintas Lalu

Bukan karena terpaksa ku menuliskan apa yang terlintas di hati dan pikiran.
Bukan pula karena pelampiasan.
Apalagi pelepas lelah.
Sungguh menulis itu tak sekedar itu.
Kita dapat membuat dunia kita sendiri dengan menulis dan dengan itu sudah cukup.

Ku ingin menuliskan tentang kerinduan.
Kerinduan yang entah kapan dan seperti bagaimana ujungnya.
Nyatanya, kuselalu menahan kerinduan. Memikirkan tanpa aplikasi.
Aplikasi nyata ya dengan komunikasi dengan yang dirindukan.
Namun, tidak denganku. Kutahan kerinduan ini. Karena kutahu dia belum pantas untuk dirindu.
Terkadang, ku bermain tentang kerinduan. Siapa yang menang atau kalah dalam merindu? Ini dapat terlihat dari siapa yang duluan menghubungi.
Tapi, tahukah dia bahwa sebelum dia menghubungi maka saya yang duluan mendo'akan?
Saya tak berhak menghubungi duluan tapi jika untuk urusan do'a maka saya bisa meratui.
Ku tahan rindu itu dan kutuang dalam untaian do'a. Do'a yang terbaik untukmu wahai yang dirindu.
Walau kita terpisah dalam ruang dan waktu. Tapi, do'a dan Allah-lah yang menyatukan kita.
Merindu itu menyakitkan. Sakitnya tersimpan di dalam dada. Rasanya menyesakkan. Tapi sudahlah, sungguh itu tak mengapa. Kita pun masih bisa untuk bersua kan? Bersua karena Allah yang mentakdirkan.

Pertemuan itu akan jadi indah jika memang dilandaskan karena kerinduan dari Allah dan kembali kepadaNYA. Olehnya itu, tiada lagi terucap ataupun tertulis kerinduan itu. Cukup pada kediamanku.

Wahai yang dirindu...tahukah engkau?

 
Kebersamaan dengan keluarga tiada terkira kebahagiaannya. Itulah anugerah terindah dalam hidupku. Semoga Allah senantiasa memberkahiku, keluargaku dan hartaku. Aamiin.

   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar