Kamis, 18 Juni 2015

Ramadhan pertama

Alhamdulillah saya telah disampaikan pada bulan suci Ramadhan 1436H dan hari pertama jatuh pada hari kamis, 18 Juni 2015. Rasanya sih agak sedih tidak bisa mengikuti tarawih pertama dan puasa pertama disebabkan oleh libur yang pada umumnya terkena pada wanita di tiap bulannya. Tak sedih amat sih karena alhamdulillah saya sudah digenjot untuk bangun tiap subuh dan senantiasa sholat tepat waktu. Rasanya melakukan itu semua begitu menyenangkan. Di saat tiba waktu libur, kebiasaan baik jadi berkurang deh.

Saat malam tarawih pertama, saya sengaja mengsms kedua orangtuaku dengan mengatakan: "Assalamu'alaikum. Semangat menunaikan ibadah di bulan suci Ramadhan, semoga membawa berkah dan rahmat dariNYA. Aamiin. Mohon maaf karena belum bisa membersamai hari pertama Ramadhan di rumah dan belum menjadi anak yang berbakti pada kedua orang tua. Mohon do'a dan ridhonya agar saya menjadi anak yang sukses dunia dan akhirat. Aamiin". Itulah bunyi sms yang kukirimkan dan hingga sehari setelahnya tiada respon balasan dari mereka bahkan telepon pun tak kuterima. Entah apa yang sedang terjadi? Dari kakak bahkan adik pun tiada yang menghubungi. Mungkin saya yang salah karena menuntut. Nah, kenapa tidak saya aja yang menghubungi mereka? Agaknya egoku masih mendominasi. Nampaknya saya yang belum sepenuhnya dewasa. Tak apalah untuk sementara seperti ini. Tak apa menurutku. Mungkin butuh waktu untuk bercerita. Belum sekarang tapi mungkin besok.

Alhamdulillah hari pertama puasa saya sengaja membuat pisang ijo sebagai menu buka puasa. Buat sendiri tentunya. Alhamdulillah rasanya itu pas semua deh. Rasanya kangen banget sama pisjo ini dan hari ini kesampaian juga.

Sekiranya cukup berpikir positif, ikhlas, sabar dan syukur untuk menjalani dunia fana ini. Semangat berjuang Rahmah, wanita muslimah yang sholeha nan cerdas. Insya Allah. Aamiin.

   

Minggu, 14 Juni 2015

Teringatmu Ibu....



IBU
By: Zulfhan

Sejenak hatiku mula tersentuh,
Bila terkenang ibuku nun jauh,
Aku di rantauan penuh kerinduan,
Bersama harapan pulang ke pangkuan.

Biarpun anakmu jauh di mata.
Namun di hati tak pernah ku lupa,
Wajah manis ibu, tutur kata,
Menjadi penyubur semangat jiwaku.

Walau selaut kucurah baktiku,
Walau segunung kutabur jasaku,
Namun takkan dapat kubalas,
Pengorbananmu waktu kecilku.

Untukmu ibu salam sayangku,
Doa dan restu kupohon darimu,
Agar dimudahkan laluan hidupku,
Menempuh dugaan di medan ilmu.

Alangkah rindunya belai kasihmu,
Alangkah indahnya mutiara katamu,
Ingin rasanya bertemu kembali,
Kenangan dahulu yang harum mewangi.

Rabu, 10 Juni 2015

Mengacau lagi...

Seperti biasanya hari itu saya tak keluar kosan dan melakukan banyak aktivitas hanya di sekitaran kamar kosan aja. Saat itu menunjukkan jam makan siang. Hmmm...belum ada makanan nih tuk siang ini. Olehnya itu, terbersit untuk memasak sendiri. Sebenarnya sih untuk penghematan juga ini mah. hehe.... Jadilah saya membuat makanan yang bisa dinikmati dengan segala keterbatasan dan kekurangannya. Bahan agar masih ada namun kurang gulanya nih. Di balik kejauhan nampak sirup choco pandan marjan yang sudah lama belum dihabiskan karena selera juga kadang suka berubah-ubah. Jadilah saya membuat agar  santan dengan santan yang sisa sedikit menyebabkan larutan agar jadi encer dan sebagai perasa adalah sirupnya. Alhamdulillah jadilah agar cantik berwarna pink dan rasanya pun enak. hehehe.... Setelah itu, saya mencoba membuat telur omelet isi sawi yang peroleh dari lab. pascapanen (hasil penelitian mba Ari). Alhamdulillah dapat 2 batang. Terus ada pemberian tomat juga dari adik S1 yang sedang penelitian di lab.
Omeletnya sudah jadi dan dilanjutkan dengan menggoreng kentang. Humm...hari ini asyik menunya nih. Tapi ada hal yang disayangkan yaitu rasa omeletnya didominasi oleh garam. Owalah...kelebihan garam ternyata. Wah nyesek...tapi tetap aja bisa dinikmati wong diri sendiri kok yang masak. Hihihi...

Saya masih menyisakan setengah bagian omelet tuk bisa dinikmati pada makan malam. Jahilnya saya, ta suruh cobain sama kakak kosan. Sebut aja namanya ka Caca. Tapi sudah saya bilang kok kalau omelet ini asin. Lidah masing-masing orang kan bisa beda-beda. Ternyata, si kaka tidak tahan dengan asin omeletnya hingga tak sanggup untuk menelannya dan pengen memuntahkannya. Dengan lugunya saya sambil senyum-senyum lugu dan sedikit gerakan tambahan, menyuruh si kaka untuk membuangnya aja. Saya biasa aja sih. Terus dicobain sama adik kosan bernama Eda. Owalah...mengatakan hal senada dengan ka Caca. Tina yang juga berada disana saat itu tak berani untuk mencobanya. Hahaha... Omeletnya saya hancurkan lalu saya campur dengan mie goreng dan mengurangi sedikit bumbu mie-nya. Namun hasilnya tetap aja masih keasinan. Lidah sampai berasa makan garam. Hari ini benar-benar jahil deh. Semuanya mesti disyukuri karena disitulah proses pembelajarannya.

Semangat belajar memasak Rahmah sholeha nan cerdas....

Miss you my Mommy. Big hug and kiss for you.