Precision
Farming Technology, Opportunities and Difficulty
Amir
Abbas Bakhtiari and Amir Hematian
Resensi:
Precision Agriculture (PA) atau
Precision Farming (PF) adalah manajemen berbasis data dan cara dalam produksi
pertanian yang memperhitungkan keragaman terhadap lahan pertanian. Precision agriculture
memiliki tiga komponen penting yaitu informasi, teknologi dan manajemen.
Precision agriculture merupakan strategi manajemen yang menggunakan teknologi
informasi untuk membawa data dari berbagai sumber untuk membuat keputusan
terkait dengan produksi tanaman. Hal ini memungkinkan untuk pengelolaan keragaman
spasial dan temporal pada lahan, pengurangan biaya, peningkatan kuantitas dan
kualitas hasil dan pengurangan dampak lingkungan. Teknologi Precision Agriculture
dapat didefinisikan sebagai seperangkat teknologi yang telah membantu mendorong
pertanian ke dunia informasi berbasis komputerisasi, dan dirancang untuk
membantu petani mendapatkan kontrol lebih besar atas pengelolaan operasi pertanian.
Precision Agriculture didasarkan pada beberapa teknologi yang terpisah, namun pada
bagian-bagian yang saling bergantung, yang bersama-sama membentuk dasar untuk
sistem manajemen individu. Teknologi Precision Agriculture (PFT) dirancang
untuk memberikan informasi dan data untuk membantu petani ketika membuat
keputusan manajemen spesifik (Site-Specific Management/SSM).
Precision Agriculture memperkenalkan
konsep atau prinsip dasar dalam aplikasi yaitu tepat waktu, tepat jumlah, tepat
tempat, tepat sumber dan tepat cara. Praktis Precision Agriculture mengandalkan
manajemen sumberdaya spesifik lokasi atau manajemen data spasial sehingga
parameter yang seharusnya diperoleh adalah berupa posisi geografi dengan
menggunakan GPS (Global Positioning System) dan Differential GPS, sistem
informasi geografi (GIS), dan pengindraan jauh (satelit, pesawat terbang,
pesawat tidak berawak/Unmanned aerial vehicles/UAV). Lahan pertanian yang
digunakan umumnya tidak seragam dari segi kesuburan terutama hara tanah yang
akan mempengaruhi produksi pertanian ke depannya. Oleh karena itu, diperlukan
pengambilan contoh tanah yang tepat dan pembuatan peta tanah yang dapat
dilakukan dengan cara pembuatan pemetaan konduktivitas elektrik tanah (berupa
induksi elektromagnetik dan elektroda kontak). Selain itu, dalam sistem
Precision Agriculture terdapat monitoring hasil, variabel tingkat aplikasi dan
teknologi, kontrol otomatis dalam penyiraman dan aplikasi pupuk kimia cair yang
disertai dengan sensor, serta sistem panduan berupa sistem lightbar dan mesin
otomatis yang dapat meningkatkan efisiensi kerja di lahan pertanian mulai dari
penanaman hingga pemanenan.
Refleksi:
Precision agriculture (PA) merupakan
sistem pertanian yang telah banyak dikembangkan dan digunakan di negara maju
seperti Amerika, Jerman, Kanada dan lainnya. Petani-petani negara maju
merupakan petani-petani yang memiliki lahan yang luas dengan kepemilikan
individu dan memiliki modal yang besar serta pemerintah memberikan perhatian
khusus bagi petani sehingga terdapat jaminan kesejahteraan hidup dan investor
tidak ragu untuk memberikan invertasi. Namun, sistem precision agriculture
rupanya mengalami kesulitan untuk diaplikasikan di negara berkembang, dalam hal
ini Indonesia. Karena dalam sistem PA dibutuhkan 1) tingkat pendidikan tinggi
sehingga mampu menganalisa data sebagai informasi dan menerjemahkannya untuk
membuat keputusan dalam penggunaan input, 2) berusia muda karena operasi
pertanian yang dilakukan membutuhkan energi fisik dan semangat kerja, 3)
memiliki keterampilan dan waktu penuh dalam mengoperasikan lahan luas yang
digunakan.
Sedangkan
kondisi pertanian di Indonesia belum mengalami kemajuan yang dapat dilihat oleh
dominasi usaha pertanian oleh usaha dengan: (a) skala kecil, (b) modal yang
terbatas, (c) penggunaan teknologi yang masih sederhana, (d) sangat dipengaruhi
oleh musim, (e) wilayah pasarnya lokal, (f) umumnya berusaha dengan tenaga kerja
keluarga sehingga menyebabkan terjadinya involusi pertanian (pengangguran
tersembunyi), (g) akses terhadap kredit, teknologi dan pasar sangat rendah
(rendahnya prasarana produksi), (h) pasar komoditi pertanian yang sifatnya
mono/oligopsoni yang dikuasai oleh pedagang-pedagang besar sehingga terjadi
eksploitasi harga yang merugikan petani, (i) rendahnya keterampilan dan
pendidikan, (j) pengetahuan dan pola pikir dalam segi teknis dan non teknis
pertanian, (k) manajemen produksi yang masih pada “cara hidup” belum pada
“profit oriented”, dan (l) motivasi yang ada mengarah pada lebih baik menjadi
buruh pabrik dan melakukan urbanisasi. Selain itu, masih ditambah lagi dengan
permasalahan-permasalahan yang menghambat pembangunan pertanian di Indonesia
seperti konversi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian yang semakin tidak
terkendali, kurangnya penyediaan benih bermutu bagi petani, kelangkaan pupuk
pada saat musim tanam datang, swasembada beras yang tidak meningkatkan
kesejahteraan petani dan kasus-kasus pelanggaran Hak Asasi Petani.
Dengan adanya
permasalahan-permasalahan di atas dianggap tidak memungkinkan untuk menerapkan
sistem precision agriculture atau precision farming yang membutuhkan modal yang
besar, kerjasama yang baik antara pemerintah dan pasar global serta manajemen
teknologi pertanian yang baik dalam produksi pertanian yang baik secara
kualitas, kuantitas, menguntungkan secara ekonomi, berkelanjutan dan ramah
lingkungan. Walaupun di lain sisi, Indonesia telah memiliki satelit palapa
dalam menunjang sistem informasi dan telah ada pengembangan satelit baru serta kebijakan-kebijakan
pemerintah yang baru yang bisa berpihak pada kesejahteraan petani yaitu UU
No.18 tahun 2012 tentang Pangan, UU No. 19 tahun 2013 tentang Perlindungan dan
Pemberdayaan Petani, UU No. 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan, UU No.6 2014 tentang Desa. Namun belum cukup mampu
diaplikasikan secara utuh dengan adanya masalah kompleksitas petani tersebut.
02/06/2014: MK Pengembangan Produksi Tanaman