Selasa, 20 Januari 2015

Kewajiban Menuntut Ilmu



Bismillahirrahmanirrahim
 

1. Orang yang mempunyai ilmu mendapat kehormatan di sisi Allah dan Rasul-Nya. Banyak ayat Al-Qur’an yang mengarah agar umatnya mau menuntut ilmu, seperti yang terdapat dalam QS Al Mujadilah ayat 11:
يَرْفَعِ اللهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرُُ
Artinya :
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat (QS. Al-Mujadilah : 11)
2. Surat Al-Ashr, yang berbunyi sbb : “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan nasehat menasehati Supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran”. Ingatlah ALLAH SWT telah bersumpah dalam surat ini dengan masa / waktu yang didalamnya terjadi peristiwa yang baik dan yang buruk, bersumpah bahwa setiap manusia didunia ini, baik itu orang Islam atau di luar Islam pasti akan mengalami kerugian, kecuali yang memiliki 4 (empat hal) yaitu: 1. Iman, 2. Amal Shaleh, 3. Saling menasehati supaya mentaati kebenaran, 4. Saling menasehati supaya menetapi kesabaran.

Hadist Kewajiban Menuntut Ilmu
1.       Dari Abdullah bin Mas’ud r.a. Nabi Muhamad pernah bersabda :”Janganlah ingin seperti orang lain, kecuali seperti dua orang ini. Pertama orang yang diberi Allah kekayaan berlimpah dan ia membelanjakannya secara benar, kedua orang yang diberi Allah al-Hikmah dan ia berprilaku sesuai dengannya dan mengajarkannya kepada orang lain (HR Bukhari)

2.        Kewajiban menuntut ilmu ini ditegaskan dalam hadits nabi, yaitu :
رواه إبن عبد البر)) طَلَبُ اْلعِلْمَ فَرِيْضِةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ وَ مُسْلِمَةٍ
Artinya :
Mencari ilmu itu hukumnya wajib bagi muslimin dan muslimat”(HR. Ibnu Abdil Bari)
Menuntut ilmu adalah jalan untuk mendapatkan keridhaan Allah l dan jalan menuju surga-Nya yang penuh dengan kenikmatan. Nabi n bersabda:
مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ
“Barangsiapa berjalan dalam rangka menuntut ilmu maka akan dimudahkan jalannya menuju surga.” (HR. Muslim)

Hadits ini menunjukkan bahwa jalan yang pertama kali harus ditempuh untuk mencapai jannah (surga) tidak lain adalah dengan cara menuntut ilmu. Barangsiapa menempuh jalan lainnya, atau menyangka bahwa dirinya akan mendapatkan kenikmatan jannah meskipun tanpa menuntut ilmu, maka akan sia-sialah usahanya meskipun dengan susah-payah dia menjalaninya. Bahkan dia akan menjadi orang yang merugi karena sia-sia amalannya. Dirinya menyangka telah banyak beramal, padahal apa yang dilakukan adalah amalan bid’ah yang tidak akan diterima oleh Allah l. Bahkan yang dilakukan adalah perbuatan syirik yang akan menjadi sebab gugurnya seluruh amal ibadah yang telah dilakukannya. Allah l berfirman:
Katakanlah: “Apakah akan Kami beritahukan kepada kalian tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?” Yaitu orang-orang yang telah sia-sia amalannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka telah berbuat sebaik-baiknya. (Al-Kahfi: 103-104).
Abu Ayyub Al-Anshari z, yang hanya karena ingin mendapatkan satu hadits, beliau harus melakukan perjalanan dari kota Madinah menuju Mesir untuk menemui sahabat lainnya yang meriwayatkan hadits dari Nabi n yang dia belum memilikinya. Begitu pula sahabat Jabir ibn ‘Abdillah z, dan para pendahulu kita yang lain. Mereka siap melakukan perjalanan yang jauh untuk mendapatkan hadits Nabi n. Bahkan mereka pun tidak merasa direndahkan meskipun harus mengambilnya dari orang yang ilmu dan keutamaannya di bawah mereka.
Sebenarnya ilmu hanyalah merupakan suatu alat untuk mendekatkan diri kita kepada Allah. Adapun fungsi ilmu itu antara lain adalah :
1. Sebagai petunjuk keimanan (QS. 22:54, 3:7, 35:28)
2. Sebagai petunjuk beramal
“Seorang alim (berilmu)dengan ilmunya dan amal perbuatannya akan berada di dalam syurga, maka apabila seseorang yang berilmu tidak mengamalkan ilmunya maka ilmu dan amalnya akan berada di dalam syurga, sedangkan dirinya akan berada dalam neraka” (HR. Daiylami)

Adab Menuntut Ilmu

Dalam menuntut ilmu perlu diperhatikan beberapa adab, yaitu :

1. Niat
Niat dalam menuntut ilmu adalah untuk mencari ridho Allah. Hendaknya diringi dengan hati yang ikhlas benar-benar karena Allah. Bukan untuk menyombongkan diri, menipu orang lain ataupun pamer kepandaian, tetapi untuk mengeluarkan diri dari kebodohan dan menjadikan diri kita bermanfaat bagi orang lain.

2. Bersungguh-sungguh
Dalam menuntut ilmu haruslah bersungguh-sungguh dan tidak pernah berhenti. Allah mengisyaratkan dalam firman-Nya yang berbunyi : “Dan orang-orang yang berjuang di jalan Kami pastilah akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan Kami.”

3. Terus-menerus
Hendaklah kita jangan mudah puas atas ilmu yang kita dapatkan sehingga kita enggan untuk mencari lebih banyak lagi. Seperti pepatah yang disampaikan oleh Sofyan bin Ayyinah : “Seseorang akan tetap pandai selama dia menuntut ilmu. Namun jika ia menganggap dirinya telah berilmu (cepat puas) maka berarti ia bodoh.” Allah lebih menyukai amalan yang sedikit tapi dilakukan secara terus menerus dibandingkan amalan yang banyak tetapi hanya dilakukan sehari saja.

4. Sabar dalam menuntut Ilmu
Salah satu kesabaran terpuji yang harus dimiliki oleh seorang penuntut ilmu adalah sabar terhadap gurunya seperti kisah Nabi Musa as dan Nabi Khidr as (QS Al Kahfi : 66-70). Kita jangan cepat putus asa dalam menuntut ilmu jika mendapatkan kesulitan dalam memahami dan mempelajari ilmu. Allah tidak menyukai orang yang berputus asa dari rahmat-Nya.

5. Menghormati dan memuliakan orang yang menyampaikan ilmu kepada kita
Di antara penghormatan murid terhadap gurunya adalah berdiam diri maupun bertanya pada saat yang tepat dan tidak memotong pembicaraan guru, mendengarkan dengan penuh khidmat, dan memperhatikan ketika beliau menerangkan, dan sebagainya.

6. Baik dalam bertanya
Bertanya hendaknya untuk menghilangkan keraguan dan kebodohan diri kita, bukan untuk meremehkan, menjebak, mengetes, mempermalukan guru kita dan sebagainya.l Aisyah ra tidak pernah mendengar sesuatu yang belum diketahuinya melainkan sampai beliau mengerti. Orang yang tidak mau bertanya berarti menyia-nyiakan ilmu yang banyak bagi dirinya sendiri. Allah pun memerintahkan kita untuk bertanya kepada orang yang berilmu seperti dalam firman-Nya dalam QS 16:43.
Beberapa ilmuwan Islam antara lain yaitu :
a. Jabir bin Hayyan (720-815 M)
Beliau adalah seorang sarjana Fisika dan Kedokteran. Karyanya mencapai 200 buah, di antaranya adalah tentang kimia yang antaa lain “Al-Khawasul Kabir” dan “MA Ba`dal Thabi`ah”. Ilmu kimia Jabir telah dianggap sejajar dengan Aristoteles dalam ilmu logika.
b. Al Khawarizmy, Muhammad bin Musa Al Khawarizmy (780-850 M)
Beliau adalah ahli aljabar dan ilmu bumi. Karyanya yang menjadi referensi berbagai tulisan tentang ilmu bumi, yaitu “Suratul Ardli”.
c. Al-Farghaniy, Abul Abbas Ahmad Al-Farghaniy (hidup sekitar tahun 861 M)
Beliau adalah seorang ahli perbintangan/astronomi. Karyanya antara lain adalah “Al Madkhal Ila Ilmi Haiatil Fabik” yang sudah diterjemahkan ke bahasa latin.
d. Al-Bhairuniy, Abduraihani Muhammad bin Ahmad (937-1048 M)
Beliau adalah ahli kedokteran, perbintangan, matematika, fisika, ilmu bumi dan sejarah. Karyanya antara lain adalah “At-Tafhim Li Awaili Shima’atit Tanjim” yang berisi tentang Tanya jawab ilmu hitung, ilmu ukur, ilmu perbintangan, dan ilmu falak.
Sejarah telah mencatat, ulama tidak hanya berasal dari kalangan laki-laki saja. Ada banyak ulama wanita yang masyhur dan bahkan menjadi rujukan bagi ulama dari kalangan laki-laki. Lihat saja ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, wanita cerdas yang namanya akan terus dibaca oleh kaum muslimin dalam banyak hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. ‘Aisyah pula yang merupakan sebaik-baik teladan para wanita dalam menuntut ilmu, baik itu ilmu agama maupun ilmu umum. Az Zuhri mengatakan, “Andai ilmu ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha itu dikumpulkan lalu dibandingkan dengan ilmu seluruh wanita, niscaya ilmu yang dimiliki oleh ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha itu lebih unggul”. (Al Haitsami berkata dalam al Majma’ (9/243), “Hadits ini diriwayatkan oleh Ath Thabarani sedangkan rawi-rawinya adalah orang yang bisa dipercaya.” Hadits ini juga diriwayatkan oleh Al Hakim 4/139. Lihat: Para Ulama Wanita Pengukir Sejarah, hlm. 20)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar