Senin, 20 April 2015

Mimpiku Semalam

Saat itu saya sedang berkumpul bersama beberapa orang yang konon katanya mereka adalah teman-temanku. Namun sayangnya aku tak mengenali wajah-wajah mereka. Kami sedang duduk-duduk di bawah pondokan dengan gaya pondokan motif pahatan kayu dan cukup klasik. Kami cukup nyaman berada disana. Di sekelilingnya terdapat beberapa pohon dan sekiranya saat itu kami berada di bahu gunung. Di antara teman-teman yang ada, terdapat sesosok orang yang telah kukenal lama sejak awal perkuliahan S1 dulu dan dekat pada awal semester 3. Ia mengenakan baju batik dengan kain putih tulang dan ia sedang duduk membelakangiku. Kemudian ia membalikkan badannya dan menggeser posisi duduknya dan mendekatiku dengan posisi persis di depanku dengan jarak 1 meter jarak pandang. Ia tak langsung berbicara setelah mendekat, sepertinya ia ragu dan takut. Entahlah... Lalu, ia membuka suara dengan mengatakan bahwa "ada yang ingin saya katakan". "Iya silahkan", jawabku. Saya heran, mengapa saat itu saya merasakan kemarahan yang amat sangat dengannya. Mungkin karena ia tak pernah lagi menghubungiku atau hanya sekedar bertanya kabar pun sama sekali tiada. Seolah dalam mimpiku itu aku berhasil meluapkan kemarahanku padanya. Dengan ekspresi marah dan tidak menatapnya karena saat itu aku sedang sibuk dengan laptopku. Ia mulai berbicara lagi, "perasaanku padamu adalah...". Tiba-tiba saya memotong pembicaraannya dan segera memberikan interupsi dengan mengatakan "bang, seharusnya jangan bilang seperti itu, bilangnya itu begini: Tahukah kamu? Tahu apa? Tahu tentang perasaan ini. Perasaan dst bla bla... Begitu kan lebih keren seperti karyanya Khalil Gibran gitu loh". Seperti itu yang kukatakan padanya. Lalu kubertanya: "bagaimana dengan usaha abang ke rumah?" "Saya sedang berusaha semaksimal mungkin ini" jawabnya. Dalam hati kuberkata: "segeralah menyelesaikan penelitian dan semuanya karena insya Allah bentar lagi saya selesai S2 dan kuharap kamupun bisa selesai serta setelahnya terserah". Kemudian ia malah mengambil kertas beserta bolpoin dan menuliskan perbaikan kalimat romantisnya yang tadi itu dalam suasana hening dengan mengambil posisi menyandar pada dinding pondokan dan agak menjauh dariku agar tak terlihat olehku. Tiba-tiba ada beberapa teman yang menghampiri pondokan itu, lalu saya dan dia seolah memiliki pemikiran yang sama yang kemudian menyembunyikan kertas tadi dan berlagak seolah tak terjadi apa-apa dengan kita berdua.

Wah, sungguh mimpi ini seolah mewakili apa yang kurasakan dan kupikirkan. Namun, aku takut jika melewati batas kewajaran dan batasanku sebagai makhluk yang selalu mengharap ridho dan cintaNYA. Oleh karena itu, aku hanya bisa mengembalikan segala sesuatunya kepada Yang Maha Kuasa, biarlah DIA yang merancang yang terbaik bagi hamba yang senantiasa mengingatNYA.

20 April 2015


  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar